Selasa, 30 Maret 2010

Graffiti : Mengungkap pesan lewat coretan..


Graffiti : Mengungkap pesan lewat coretan..

Sekelompok pasukan dengan mengenakan sweater dan masker sambil menenteng cat semprot di tangan mulai berjalan menelusuri jalan-jalan di tengah kota besar Indonesia. Beberapa saat mereka sempat berdiam diri di bawah fly over, dengan pandangan penuh arti menatap tembok-tembok yang kosong dan kusam tersebut. Sedetik kemudian tangan-tangan mereka mulai menyemprot tembok tersebut dengan cat semprot. Tidak ada yang tahu apa yang mereka ciptakan saat itu, sampai keesokan paginya para pengguna jalan mulai terheran-heran dengan karya para bomber tersebut. Dan karya inilah yang kita kenal sebagai “graffiti”

Aksi corat-coret dinding kota sebagai curahan ekspresi atau perlawanan sosial bukanlah barang baru.
Bila ditarik kebelakang upaya komunikasi lewat media dinding sudah dilakukan oleh manusia pra sejarah dengan lukisan-lukisan dinding gua yang banyak diungkap para aerkeolog.
Tak jelas pesan yang ingin disampaikan sang pembuat walau coretan tersebut mengandung pesan tertentu yang ditujukan bagi komunitas tertentu pula.
Pengerjaan spontan dan sering kali dikerjakan secara sembunyi-sembunyi. Kritik sosial, serta beragam gagasan lainnya tertuang lewat simbolisasi kata dan gambar di dinding. Masyarakatpun memiliki kebebasan untuk menterjemahkan makna dibalik yang mereka suguhkan.
Walaupun selalu ada makna yang tersembunyi peran tampilan gambar tetap merupakan titik sentral yang menarik perhatian. Menarik dan mengusik inilah yang menggiring publik untuk memikirkan makna.
Akhirnya menjadi kontroversial dikalangan masyarakat, termasuk di Indonesia. Ada sebagian yang mengangagap coretan dinding ini adalah visual sampah yang mengganggu keindahan dan mengotori kota. Karena kegiatan ini termasuk ilegal banyak sudah kelompok-kelompok pelukis graffiti yang ditangkap polisi saat menjalankan aksinya.
Sebetulnya graffiti juga temasuk dalam seni publik. Dalam dunia seni rupa dan di lingkup yang lebih khusus, seni publik diartikan sebagai seni yang dibuat secara indivdu atau kelompok yang menggunakan prinsip tertentu dalam menggulirkan wacana untuk disampaikan kepada publik.
Bandingkan dengan poster-poster iklan produk atau foto-foto calon peserta pilkada yang banyak dipasang di tembok-tembok kota, halte dan tempat-tempat umum lainnya yang semakin semarak apalagi saat kampanye tiba.
Termasuk di Indonesia para pelukis graffiti ingin membebaskan masyarakat dari serangan iklan komersial dan intrik-intrik politik yang tidak mendidik, kurang atau tidak ada unsur seninya sama sekali. Sama-sama mengotori tempat umum, justru para pelukis graffiti yang membuat tembok tak terawat menjadi indah, justru digrebek?
Seperti itulah suasana jalanan Indonesia dengan dinamikanya. Kreatifitas tidak selalu diterima dengan terbuka. Karena perebutan ruang publik untuk karya yang terbatas bukan tidak mungkin memunculkan aksi vandalisme. Dan yang pasti ide ini menuangkan gagasan kreatif di ruang publik, semangatnya akan selalu terbaru seiring dengan putaran roda generasi.

Pertama berkembang dan populer di Amerika.
Memang sering kali dikaitkan sebagai salah satu element dari Hip-Hop, MC, DJ-ing, break dance. Berawal di tahun 1960-an sebagai salah satu metode murah dan aman untuk mengemukakan pernyataan atau pendapat politik. Kegiatan graffiti bisa dibilang ilegal, karena secara tidak langsung merusak barang milik umum.
Tetap saja bagi para pengagum graffiti medium terbaik tetaplah di tempat umum dimana semua orang dapat melihatnya. Semakin publik, semakin tinggi pula reputasi sang bomber. Tidak terbatas dengan aerosol, graffiti juga banyak diekspresikan dengan stiker dan stensil. Bikin mata orang-orang yang lalu lalang, mau nggak mau seperti tersihir untuk melihat atau sekadar melirik.

Senin, 29 Maret 2010

Keindahan Alam Tak Akan Lekang Oleh Waktu



Keindahan Alam Tak Akan Lekang Oleh Waktu

Kadang pernah terpikir bahwa dengan majunya teknologi dan ilmu pengetahuan membuat kehidupan dibumi ini menjadi lebih baik. Dengan teknologi seperti internet, orang mampu berkomunikasi secara global tanpa batasan. Begitu pula kemajuan ilmu pengetahuan, orang bisa membuat gedung-gedung megah, bangunan yang menjulang tinggi dan kelap-kelip lampu yang menghiasi malam. Semuanya itu adalah keindahan yang cukup menarik untuk dirasakan. Tapi apakah keidahan gedung, bangunan dan keramaian kelap-kelip lampu di malam hari dapat menandingi keindahan alam?. Alam yang diciptakan Allah berupa gunung, hutan, laut berikut isinya, dan masih banyak lagi. Ambil contoh hutan, di dalamnya memiliki berjuta-juta bahkan tidak terhingga atas keindahan dan adanya kehidupan makhluk hidup yang luar biasa. Keindahan hutan memang lebih indah untuk dinikmati dan disyukuri. Lalu bagaimana dengan gedung, bangunan pencakar langit sekalipun apakah mampu menggantikan keindahan alam semesta?.

Bagaimanapun canggihnya manusia dalam berkarya, ternyata belum ada yang bisa menggantikan ciptaan alam semesta. Manusia boleh bangga dengan hasil ciptaan manusia. Tapi ciptaan manusia berupa gedung, bangunan pencakar langit hanya sebatas keindahan biasa saja. Semoga manusia yang berkarya tidak angkuh terhadap hasil karyanya. Manusia yang hidup di bumi ini pasti akan puas dan senang ketika mengujungi keindahan alam, seperti gunung, hutan, air terjun, laut dan isinya, pergi ke pulau-pulau yang menyuguhkan kemolekannya. Pada saat manusia suntuk kemungkinan yang dituju yaitu keindahan alam bukan keindahan gedung, bangunan pencakar langit dsb. Ini bukti bahwa manusia tidak terlepas dari keidahan alam yang nota bene adalah lingkungannya, tempat hidup makhluk hidup.

Alam memiliki keindahan yang tidak dapat terukur. Hingga saat ini pun belum ada manusia yang mampu menilai dan mengukur keindahan alam di dunia. Jika dipikir lebih jauh, Untuk apa para wisatawan luar negeri berkunjung ke Indonesia? Misalnya ke pulau dewata (Bali). Mereka hanya ingin melihat dan merasakan keindahan alam bali dengan pantai yang indah, pasir putih yang masih elok, dan ombak yang ideal untuk surfing dan yang paling menarik yaitu menyaksikan sun rise dan sunset. Lalu kenapa mereka tidak membanggakan kota Jakarta (yang dengan bangga menyatakan sebagai kota megapolitan, aslinya ‘the big village’) dengan ribuan gedung pencakar langit, hiburan malam dsb. Jawabnya adalah karena manusia memiliki rasa atas keindahan alam, manusia adalah bagian dari alam bukan bagian dari gedung yang ‘mencakar’ langit namun tak sampai dan gedung yang menembus lapisan tanah (basement). Itulah hebatnya keidahan alam. Ingat!! jangan merusak alam ini. Ada kata di supermarket yang berbunyi ‘pecah berarti membeli’. Begitu pula jika Merusak keindahan alam berarti harus membeli harga mahal. Tapi sayang keindahan alam tidak boleh diperjualbelikan. Karena manusia tidak mampu untuk menciptakan keindahan alam itu seperti semula. Manusia hanya bisa manambahkan dan menjaganya agar tidak berubah dari aslinya.

Sayang beribu-ribu sayang. Keindahan alam yang masih alami harus terpaksa berubah fungsi, rusak dan bahkan sudah tidak ada lagi. Tidak lain dan tidak bukan adalah Karena ulah dari manusia. Manusia secara sadar merusak keindahan alam yang masih alamiah. Mereka dengan sengaja merusak hutan dengan menebangi (Illegal Logging), membunuh satwa-satwa liar yang tergolong langka, menangkap ikan dengan menggunakan pukat harimau dan bom, mencemari air laut dengan limbah, sampah dll. Sebenarnya masih banyak jenis perbuatan yang merusak lingkungan alam. Jika perbuatan merusak ini semakin menjadi-jadi dan tidak dapat di tanggulangi maka nilai tertinggi dari keindahan akan segera punah. Manusia akan bingung harus mencari dan menemukan keindahan alam yang alami.

Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah namun seakan tidak pernah peduli untuk menjaga dan melestarikan keaslian alam. Berdasarkan informasi, hanya terdengar expliotasi dan exploitasi secara besar-besaran terhadap kekayaan alam. Sehingga muncullah kerusakan demi kerusakan yang teramat parah. Seperti yang terjadi di pulau papua, akibat penambangan emas dan timah, di wilayah yang sebelumnya masih indah, kini tinggal kubangan besar menyerupai bekas jatuhnya meteor. Begitu pula, hutan hujan tropis di Kalimantan yang telah banyak berubah menjadi hutan sawit dan aktifitas illegal logging.

Sabtu, 27 Maret 2010

Kisah Anak Jalanan

Kisah Anak Jalanan

Sebuah kisah yang saya harap menggugah hati kita semua tentang bagaimana kondisi anak jalanan saat ini ...

Kisah ini diambil di sebuah kota besar di Indonesia dimana masih banyak ditemui anak-anak jalanan di beberapa sudutnya. Tahukah anda bahwa sebenarnya anak-anak jalanan tersebut memiliki sebuah organisasi yang cukup jelas dan terstruktur dengan baik? Namun bukan hal itu yang akan saya uraikan saat ini, tapi lebih pada bagaimana kondisi mereka (anak jalanan) saat mereka berada di tempat 'penampungan' yang menjadi rumah bagi mereka.

Saat kita melihat sekelompok anak jalanan yang sedang 'bekerja' di siang hari yang terik dan kita menyisihkan sejumlah rizki yang kita berikan kepada salah satu dari mereka, maka tahukan anda bahwa sejumlah uang yang kita sedekahkan tadi akan mengalir ke seseorang yang dapat kita sebut 'bapak asuh' [yang walau terlalu halus kalau menyebut sosok ini dengan 'bapak asuh' karena sifat sosok bapak asuh ini jauh dari mengasuh dan mengayomi, ini terbukti dengan banyaknya anak buah (baca : anak jalanan) yang berhasil kabur dari kandang singa ini]. 'Bapak asuh' inilah yang akan mengelola 'keuangan' mereka.

Struktur dan jobs description yang diberikan kepada anak-anak jalanan juga telah diatur sedemikian rupa secara jelas dan terarah. Lihatlah dan coba amati anak-anak jalanan yang mendulang 'emas' di jalanan, pasti ada salah satu dari mereka yang memainkan alat musik sedangkan yang lain bernyanyi, atau jika yang ada adalah sosok pengemis, maka akan ada dua orang dimana salah satu jadi juru bicara dan yang lain berakting untuk menarik rasa iba dari pengguna jalan. Yang jelas, tiap-tiap orang memiliki tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Ya walaupun ujung-ujungnya, uang yang berhasil mereka raup akan menuju kepada satu management.

Namun tahukah kita bahwa perlakuan 'management anak jalanan' tadi sangat memprihatinkan ??? Beberapa dari kita mungin sudah mengetahui dari tayangan reportase di TransTV atau dari adegan di beberapa sinetron, tapi sesungguhnya kondisi yang digambarkan di televisi adalah kondisi yang kasat mata dan tertangkap oleh mata kamera. Pernahkah kita mencoba menyelami hati dan perasaan anak-anak tersebut ???

Fakta yang terungkap adalah bahwa mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari para 'manager' anak jalanan tersebut. Misalnya, dalam pemberian jatah makan saja, anak jalanan yang bertugas sebagai 'penyanyi' akan mendapatkan jatah makanan yang lebih sedikit daripada mereka yang 'bermain musik', padahal keduanya tergabung dalam satu 'pertunjukan' [maksudnya kemana-mana bersama gitu ..uang yang berhasil mereka dapatkan juga harus diserahkan kepada orang yang sama, merekapun bekerja secara bersama-sama, namun mengapa mereka tidak bisa mendapatkan jatah makanan yang sama ?] ya walaupun diakui bahwa si 'pemain musik' jauh memiliki andil dalam setiap 'pertunjukan' yang ada, dan 'si penyanyi tidak akan bisa tampil solo tanpa alat musik, namun tidak dapat dipungkiri bahwa semenjak adanya penyanyi tadi 'pertunjukan' semakin semarak dan uang pun mengalir semakin deras.

Bukan hanya masalah makanan, perlakuan secara mental juga begitu adanya, penyiksaan yang kerap kali dihadapi juga jauh dari kata-kata adil [walaupun untuk hal ini masih terlalu subjektif dan tidak dapat dijadikan patokan]. Meskipun yang namanya penyiksaan memang sama sekali jauh dari kata-kata keadilan ... [emang ada penyiksaan yang adil .... ??? ]

Coba kita bayangkan saja, jika kita jadi salah satu dari anak jalanan yang mendapat perlakuan kurang adil dari 'sang penguasanya'? sementara mereka tinggal di rumah yang sama, bekerja bersama-sama, menyerahkan semua yang didapatkan di jalanan kepada orang yang sama ? Kalau keadaan seperti ini dari mana anak jalanan bisa mendapatkan sisa-sisa kebahagian yang selama ini telah banyak hilang dari kehidupan mereka ??

Getirnya Perjuangan Anak Jalanan


Getirnya Perjuangan Anak Jalanan

Tangan mereka menengadah ke atas sambil membawa bungkusan berisi kepingan uang logam. Terkadang pula tangan mungil itu membawa selembar kain kumal untuk membersihkan debu kendaraan. Nada-nada yang tak merdu sering mereka dendangkan. Perempatan jalan merupakan tempat mereka mencari uang. Lampu merah pertanda mereka harus segera beraksi, mengais rezeki dari tangan-tangan dermawan. Mereka biasa kerja berkelompok, kadang pula beraksi seorang diri. Panasnya terik biasa mereka hadapi. Dinginnya malam adalah selimut tidur mereka. Lantai merupakan kasur mereka. Nyamuk adalah sahabat karib disaat mereka terlelap. Bau asap knalpot adalah parfum yang melekat dibaju mereka. Baju kumal dan kotor identik dengan pakaian mereka. Lapar adalah sahabat yang sulit ditinggalkan. Kemiskinan merupakan virus yang ditularkan secara turun temurun. Sekolah hanyalah sebuah angan-angan yang terlalu tinggi. Cita-cita merupakan sesuatu yang takut mereka cicipi. Keadaan hidup yang tiada menentu, identitas dari seorang anak jalanan.

Turun kejalanan tentu bukan keinginan yang berasal dari lubuk nurani anak-anak jalanan. Tuntutan keadaanlah yang menyebabkan mereka dengan terpaksa menyemarakkan keadaan dilampu merah. Hidup yang selalu pas-pasan, sedangkan lambung selalu saja menuntut rutin untuk dinafkahi, sehingga tuntutan itu membuat orangtua rela menerjunkan anak-anaknya kejalanan.

Pandangan orang-orang yang menunggangi hewan bermesin itu pun seolah kosong. Tidakkah mereka coba untuk mengamati, atau berbelas kasih terhadap anak-anak yang begitu berharap ada uang yang keluar dari kantong mereka untuk diberikan kepada anak-anak jalanan itu. Sinis atau jijik adalah pandangan pertama sebagian besar manusia terhadap kehidupan anak-anak jalanan. Mereka, para anak jalanan seringkali dianggap sebagai sampah masyarakat, sumber dari problema sosial. Namun, sinisme itu tidak serta merta menyebabkan jalanan bisa bersih dari arus aksi anak jalanan. Jalanan sudah menjadi panggung kreasi dan aktualisasi diri anak-anak itu. Mereka tidak peduli pada sinisme orang lain, sebagaimana orang lain pun tidak peduli terhadap mereka.

Disaat anak-anak seumur mereka begitu bahagianya merasakan duduk dibangku sekolah, maka anak-anak jalanan itu sibuk berdiri di depan ujung kendaraan meminta sedekah dari orang-orang. Ketika anak-anak lain seumur mereka asyik meliuk-liukkan pena, para anak-anak jalanan sibuk memetikkan senar gitar ditepi jalan. Anak-anak jalanan itu memiliki keinginan yang sama seperti anak-anak lain yang berkecukupan harta. Mereka pun ingin sekolah, bermain, dan belajar. Sayang, keterbatasan uang menghalangi hasrat mereka untuk memperoleh hak-haknya sebagai anak-anak.

Seharian ditengah terik matahari mereka berkeliaran dijalanan, hingga malam baru mereka beranjak pulang. Tetapi, tidak semua dari mereka bisa pulang. Pulang hanya bagi mereka yang memiliki tempat tinggal. Bagi mereka yang hidup di dunia ini tanpa sanak dan saudara, kemanakah mereka harus pulang. Emperan toko atau trotoar adalah rumah mereka. Ditempat itu pula mereka melepas lelah setelah seharian berusaha untuk meraup uang. Suara bising knalpot menjadi irama pengantar tidur mereka sehari-hari. Kurang beruntung nasib mereka jika hujan mengguyur dikala malam. Tiada tempat berteduh kecuali diteras pertokoan. Basah pakaian sudah biasa mereka maklumi. Anak jalanan, simbol dari ketidakberdayaan menghadapi kehidupan. Tubuh kecil itu terpaksa menerima tuntutan dari orang-orang dewasa yang ada disekitarnya. Atau karena harus berjuang sebatang kara didunia yang fana ini, disebabkan orang tuanya telah tiada, sementara sanak saudara tidak ketahui dimana mereka berada. Jadilah anak-anak itu harus bekerja layaknya orang dewasa. Waktu mereka habis untuk mencari nafkah. Masa-masa bermain itu punah dengan seketika. Tuntutan hidup harus selalu mereka penuhi, demi perut yang terus melilit, dan untuk kerongkongan yang senantiasa dahaga. Tiada terpikirkan oleh mereka mimpi-mimpi besar dimasa depan. Seolah pasrah dengan garis kemiskinan yang telah diwariskan sejak zaman nenek moyang mereka.

Sebagai sesama manusia, kepedulian itu pasti saja ada. Tidak banyak sayangnya, hanya segelintir orang yang peduli terhadap mereka. Sayangnya lagi, segelintir orang dewasa pun ada yang tega mengeksploitasi tenaga anak-anak jalanan. Mereka diperbudak untuk melayani sang tuan yang tidak tahu kasihan. Uang yang diperoleh, tidak bisa anak jalanan itu nikmati sendiri. Namun hasil keringat mereka harus disetorkan pada orang dewasa yang tak tahu lagi dimana letak otaknya itu. Tidak mampu tangan mungil itu melawan. Tidak kuasa wajah lugu itu mengekspresikan kegarangan. Tiada kuat kaki kecil itu harus melarikan diri. Perlawanan berarti resiko agresi terhadap diri mereka. Kepada siapa mereka harus mengadu, tentu mereka tidak akan tahu. Jika kepada Tuhan, siapa orang baik yang telah mengenalkan Tuhan kepada mereka. Fitrah mereka percaya adanya Tuhan. Namun mereka tidak tahu, kapan dan bagaimana harus mengadu dan memohon pada Tuhan. Semenjak kecil, mulut mereka sudah terbiasa memohon kepada manusia. Masjid? Mereka memang suka pergi ke masjid. Sayangnya, kesenangan itu bukan karena merasakan ketenangan dan ketentraman menjadi tamu Allah. Mereka senang karena akan segera mendapat banyak receh setelah jama’ah berhamburan selepas shalat. Hari Jum’at merupakan hari raya yang mereka tunggu. Tentu jama’ah akan membludak di masjid. Harapan kepingan uang semakin penuh terlihat jelas dalam gores mimik wajah-wajah lugu itu. Mereka rajin pergi ke masjid, namun tidak pernah mereka beribadah di sana. Sungguh hal yang aneh, namun siapa yang peduli pada mereka. Suatu gambaran dari banyaknya manusia yang acuh terhadap nasib mereka. Dimasjid itu, mereka melihat banyak orang mengemis kepada Allah, namun anak-anak itu justru penuh harap memohon rezeki pada orang-orang yang pada dasarnya adalah pengemis. Anak-anak jalanan itu sering duduk menunggu dan melihat manusia sholat, namun mereka sendiri tidak tahu apa yang dibaca dalam tiap gerakan sholat. Mereka salah, tapi karena mereka tidak tahu, dan tidak ada orang yang mau memberi tahu. Alangkah menyedihkannya nasib mereka. Apakah mereka harus ikut merasakan sengsaranya akhirat setelah mereka puas dengan derita dunia? Ibadah, Islam, akidah, akhlak, atau mu’amalah, tentu mereka buta akan hal itu. Pertanyaan lugu mungkin akan keluar dari mulut mereka, makanan jenis apakah itu?

Memberikan sekeping receh kepada mereka memang sangat membantu. Namun kepingan itu tidak akan melepaskan diri mereka dari kesengsaraan hidup yang kian membelenggu. Kemiskinan memang masalah besar bagi mereka, namun kebodohan adalah penyakit pertama yang harus diobati dengan segera. Kalaupun kemiskinan selalu menghantui mereka hingga anak cucu, namun semoga kebodohan tidak terus hinggap hingga akhir hayat. Kita butuh kepedulian dari manusia-manusia yang berkemampuan cukup untuk meraih mereka agar lepas dari derita hidup. Nikmatnya sekolah harus mereka rasakan. Indahnya mengukir huruf dengan pena merupakan hak yang tidak boleh terlupakan. Kenangan indah tentang masa kecil harus terbangun sejak sekarang. Anak-anak jalanan itu butuh uluran tangan. Mereka tentu bosan jika hidup hanya berkutat di dalam lingkaran setan. Mereka terus saja berputar dalam kemiskinan dan kebodohan. Anak-anak jalanan itu harus ikut terbang sebagaimana anak-anak yang lain. Mereka harus punya mimpi-mimpi besar seperti halnya teman-temannya. Dimasa anak-anak ini, mereka hidup dalam permainan. Kelak, mereka juga akan merasakan cobaan hidup yang sesungguhnya. Jangan biarkan mereka hidup menderita disaat yang belum waktunya. Disaat masih banyak orang mampu yang bisa membantu anak-anak jalanan itu. Tentu kurang bijak jika terburu-buru menyatakan hal ini adalah takdir yang turun kepada mereka. Alasan yang terkadang menjadi pondasi bagi mereka yang malas, begitu mudah mengatakan hal ini takdir. Pernyataan seperti itu seringkali merupakan usaha untuk menutupi ketidakpedulian kita terhadap mereka. Tentu kerja keras harus diutamakan, karena sesungguhnya takdir berada diakhir usaha keras Anda. Semangat itu akan selalu ada. Kekuatan itu akan segera tumbuh. Kepalan tangan itu akan semakin tangguh. Lindungi mereka diawal hidupnya, sebelum mereka menyerah lalu dalam sekejap runtuh.

Assalamualaikum Wr.Wb...Welcome to My Zone^^