Graffiti : Mengungkap pesan lewat coretan..
Sekelompok pasukan dengan mengenakan sweater dan masker sambil menenteng cat semprot di tangan mulai berjalan menelusuri jalan-jalan di tengah kota besar Indonesia. Beberapa saat mereka sempat berdiam diri di bawah fly over, dengan pandangan penuh arti menatap tembok-tembok yang kosong dan kusam tersebut. Sedetik kemudian tangan-tangan mereka mulai menyemprot tembok tersebut dengan cat semprot. Tidak ada yang tahu apa yang mereka ciptakan saat itu, sampai keesokan paginya para pengguna jalan mulai terheran-heran dengan karya para bomber tersebut. Dan karya inilah yang kita kenal sebagai “graffiti”
Aksi corat-coret dinding kota sebagai curahan ekspresi atau perlawanan sosial bukanlah barang baru.
Bila ditarik kebelakang upaya komunikasi lewat media dinding sudah dilakukan oleh manusia pra sejarah dengan lukisan-lukisan dinding gua yang banyak diungkap para aerkeolog.
Tak jelas pesan yang ingin disampaikan sang pembuat walau coretan tersebut mengandung pesan tertentu yang ditujukan bagi komunitas tertentu pula.
Pengerjaan spontan dan sering kali dikerjakan secara sembunyi-sembunyi. Kritik sosial, serta beragam gagasan lainnya tertuang lewat simbolisasi kata dan gambar di dinding. Masyarakatpun memiliki kebebasan untuk menterjemahkan makna dibalik yang mereka suguhkan.
Walaupun selalu ada makna yang tersembunyi peran tampilan gambar tetap merupakan titik sentral yang menarik perhatian. Menarik dan mengusik inilah yang menggiring publik untuk memikirkan makna.
Akhirnya menjadi kontroversial dikalangan masyarakat, termasuk di Indonesia. Ada sebagian yang mengangagap coretan dinding ini adalah visual sampah yang mengganggu keindahan dan mengotori kota. Karena kegiatan ini termasuk ilegal banyak sudah kelompok-kelompok pelukis graffiti yang ditangkap polisi saat menjalankan aksinya.
Sebetulnya graffiti juga temasuk dalam seni publik. Dalam dunia seni rupa dan di lingkup yang lebih khusus, seni publik diartikan sebagai seni yang dibuat secara indivdu atau kelompok yang menggunakan prinsip tertentu dalam menggulirkan wacana untuk disampaikan kepada publik.
Bandingkan dengan poster-poster iklan produk atau foto-foto calon peserta pilkada yang banyak dipasang di tembok-tembok kota, halte dan tempat-tempat umum lainnya yang semakin semarak apalagi saat kampanye tiba.
Termasuk di Indonesia para pelukis graffiti ingin membebaskan masyarakat dari serangan iklan komersial dan intrik-intrik politik yang tidak mendidik, kurang atau tidak ada unsur seninya sama sekali. Sama-sama mengotori tempat umum, justru para pelukis graffiti yang membuat tembok tak terawat menjadi indah, justru digrebek?
Seperti itulah suasana jalanan Indonesia dengan dinamikanya. Kreatifitas tidak selalu diterima dengan terbuka. Karena perebutan ruang publik untuk karya yang terbatas bukan tidak mungkin memunculkan aksi vandalisme. Dan yang pasti ide ini menuangkan gagasan kreatif di ruang publik, semangatnya akan selalu terbaru seiring dengan putaran roda generasi.
Pertama berkembang dan populer di Amerika.
Memang sering kali dikaitkan sebagai salah satu element dari Hip-Hop, MC, DJ-ing, break dance. Berawal di tahun 1960-an sebagai salah satu metode murah dan aman untuk mengemukakan pernyataan atau pendapat politik. Kegiatan graffiti bisa dibilang ilegal, karena secara tidak langsung merusak barang milik umum.
Tetap saja bagi para pengagum graffiti medium terbaik tetaplah di tempat umum dimana semua orang dapat melihatnya. Semakin publik, semakin tinggi pula reputasi sang bomber. Tidak terbatas dengan aerosol, graffiti juga banyak diekspresikan dengan stiker dan stensil. Bikin mata orang-orang yang lalu lalang, mau nggak mau seperti tersihir untuk melihat atau sekadar melirik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar