Minggu, 14 Maret 2010

Semenit Pelukan untuk Ibu


Semenit Pelukan untuk Ibu


Assalam …

Tataplah wajah Ibumu saat beliau terlelap malam ini. Bayangkan matanya terpejam untuk selamanya, tangannya tak mampu membalas genggaman tanganmu, bibirnya tak mampu lagi mengucap sebait kalimat pun, apalagi menasehatimu dengan berbagai nasehat hidup. Sudah cukupkah kebahagiaan yang kau persembahkan pada beliau? Sudahkah kau berbakti kepadanya tak pernah henti seperti yang dilakukannya padamu? Jika kau sayang Ibumu, kirimkan SMS ini ke 24 orang teman, jangan sampai SMS ini terhenti di kamu. Jika SMS ini terhenti, maka bayangan di atas akan menjadi nyata esok pagi. Apalah arti pulsa jika dibandingkan dengan kepergian Ibu yang kau sayang …

Wassalam …

Itulah barisan SMS yang semalam saya terima. Saya terlelap sejak sebelum pukul 23.00, ada masalah dengan hati, ketidaknyamanan karena ucapan seseorang begitu membuat saya malas melakukan apa-apa. SMS dari Yuni pun tak sempat terbaca, telat. Ketika terbangun, ada beberapa SMS yang masuk di inbox. SMS di atas adalah salah satunya.

Saya begitu bergidik membayangkannya. Terbangun hampir pukul 03.00 pagi dengan sebuah SMS yang menurut saya cukup ‘gila’, belum sholat pula. Dalam hati saya katakan, penyebar SMS ini begitu sadis menakuti saya dengan ancaman kepergian Ibu hanya dengan menyamakannya pada 24 SMS yang saya forward ke orang lain. Sungguh. Saya membenci yang menyebarkannya, yang memulainya dari awal. Pikiran saya mengatakan bahwa ini tak lepas dari permainan para penjual pulsa yang memanfaatkan hati rapuh beberapa orang untuk mendapatkan keuntungan. Jika seseorang terlalu mencintai Ibunya, Ia pasti akan mem-forward SMS ini, dan itu pasti akan menyebabkan pulsa mereka berkurang, akhirnya melakukan pengisian ulang lagi. Dalam skala yang sangat besar, ini akan berguna bagi para operator telepon selular.

Saya gelisah, tapi akhirnya hanya membiarkannya masuk di inbox, tanpa mem-forwardnya. Dulu juga terlalu banyak SMS seperti ini, ada yang mengatakan tentang ancaman bagi yang tak menyebarkan SMS mimpi penjaga makam Rasulullah, ada yang tentang ulang tahun Telkomsel yang bagi-bagi hadiah, dan berbagai model lainnya. Saya terlalu rasional untuk mempercayai hal seperti itu. Tapi kali ini memang kegalauan saya lebih kuat dari SMS sejenis yang saya terima sebelumnya. Ini menyinggung kehadiran Ibu dalam kehidupan saya.

Ya Allah …

Ibu saya adalah seorang wanita pendiam yang bagi orang baru mungkin terkesan kurang ramah. Jika berjumpa seseorang, beliau sangat tak banyak bicara, diam dan seakan tak pernah mampu memulai pembicaraan. Teman-teman yang datang ke rumah mungkin sangat jarang yang punya kesempatan untuk berbincang banyak dengan beliau.

Ibu berusia hampir 50 tahun, saya biasa memanggilnya Ibu. Seusia itu, wajar jika rambutnya mulai memutih, uban telah dominan diantara rambut hitam. Giginya telah tanggal beberapa, menyebabkan beliau mesti memilah-milah jenis makanan yang akan dikonsumsi. Tubuhnya sudah mulai renta, kurus, berbalut kulit, dan senang memakai pakaian seadanya.

Kadang, jika sedang menonton televisi, Ibu lebih senang tiduran di kursi di dekat dinding pintu masuk ruang keluarga. Hingga jika beliau mengantuk, secara tak sadar sering kaget karena gerakan orang yang lalu lalang di pintu. Saya sering mengingatkan beliau untuk segera pindah ke kamar tidur, tapi beliau terlalu senang berkumpul bersama, katanya begitu, hingga lebih memilih untuk ‘nonton sambil tidur’, meski mungkin menurut saya itu beresiko. Tekanan darahnya sering naik karena terkaget beberapa kali dalam tidur tak nyenyaknya. Jika tekanan darahnya kembali naik, beliau tak akan bisa melakukan apa-apa, hanya tiduran di kamar saja.

Sungguh, sejak kecil hingga sekarang, saya sangat jarang mendapat nasehat tentang kehidupan dari beliau, sifat pendiamnya menang, dan kami hanya bercanda tentang beberapa hal gak penting. Tentang hidup, saya mendapatkannya dari bapak. Andai mesti menyamakan, saya mungkin akan menyamakan Ibu saya dengan sosok Ayah Ikal dalam cerita Laskar Pelangi/Sang Pemimpi. Pendiam, tak berbahasa, tapi raut mukanya mampu menggambarkan sejuta rasa. Kadang saya bingung bagaimana menafsirkan perasaan beliau. Butuh waktu lama untuk tau apa yang sebenarnya sedang ada dalam pikirannya.

Sebagai seorang anak, saya tau dan paham bahwa beliau begitu menyayangi saya. Karenanya, saya adalah satu-satunya anak yang hingga sekarang – umur saya 18 tahun lebih – masih selalu memeluk beliau dalam tiap kesempatan saya ada di rumah. Entah beban hidup apa yang ada dalam hati beliau, saya tak tau. Saya hanya berusaha memahami bahwa setiap orang punya masalah. Ibu saya juga pasti begitu adanya. Saya ingin pelukan yang setiap hari saya berikan mampu – setidaknya – mengurangi bebannya. Bahkan kadang saya memberitahu beliau : “Ibu gak akan mendapati anak jejaka lain seusia saya yang masih memberikan pelukan seperti yang saya berikan … .” Tentu saja pelukan itu diiringi dengan tawa dan cubitan mesra dari beliau, Bahkan kadang bapak tertawa ketika saya mengejar Ibu untuk sekedar memeluknya. Ibu juga selalu berlari ketika saya mencoba memeluknya, tapi setelah dapat, saya berjalan dalam pelukan di belakang beliau, dengan langkah yang sama, mengelilingi dapur. “Kamu ini kayak anak kecil saja … .”

Bagi saya, memeluk adalah salah satu kebiasaan yang perlu saya tumbuhkan tiap hari. Itu salah satu cara menyampaikan betapa saya menyayangi beliau.

Bukankah satu menit sentuhan itu lebih berharga dari sepuluh menit ucapan?

Semenit saja saya memeluknya, akan mewakili berjuta kata yang mungkin tak akan terungkap lewat pembicaraan. Apalagi Ibu adalah sosok pendiam, yang sungguh tak suka memulai pembicaraan. Saya akan terus memeluknya. Setelah semua yang beliau lakukan hingga saya kini dewasa, tak akan pernah saya mampu membalasnya dengan apapun. Hanya sebuah pelukan hangat dan pijitan di bahu beliau, ketika sedikit sakit datang padanya. Bagi saya, setiap hari adalah masa yang mesti membahagiakan, tak boleh ada duka bagi Ibu. Tidak ada yang mampu menjamin bahwa esok saya masih mampu memberi pelukan, jika tidak dilakukan sejak sekarang, salah satu dari kami akan menyesal karena tak mempersembahkan yang terbaik bagi orang yang disayang.

Sejenak saya melihat lagi SMS di atas, saya tidak akan menyebarkannya ke-‘hanya 24 orang’ saja. Saya ingin menyebarkannya ke seluruh dunia. Bukan karena takut kehilangan Ibu saya, tapi saya ingin semua orang mampu menunjukkan kasih sayangnya pada Ibu mereka masing-masing …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Assalamualaikum Wr.Wb...Welcome to My Zone^^