Rabu, 17 November 2010

Miskomunikasi Dalam Perusahaan

Miskomunikasi Dalam Perusahaan

Kita mengenal kata “komunikasi” yang bersifat multidisipliner yang sangat luas, yang menyangkut berbagai aspek kehidupan dengan berbagai pendekatan ilmiah dari berbagai sudut pandang keilmuan. Jadi tidak mengherankan, jika pada hampir semua cabang ilmu pengetahuan terdapat penggunaan istilah komunikasi.

Pembahasan mengenai komunikasi berikut ini, tentang komunikasi dalam pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan dan dampaknya jika komunikasi tidak terjalin dengan baik atau jika terjadi miskomunikasi.

Batasan ‘komunikasi pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan’, adalah interaksi antar manusia, meliputi proses hubungan yang dinamis antara atasan dan bawahan sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing, berupa pertukaran informasi sesuai jenis pekerjaan masing-masing, selama berlangsungnya pelaksanaan suatu pekerjaan, dengan tujuan efektifitas, efisiensi dan keselamatan.

Pada praktiknya, komunikasi pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan terbagi menjadi dua kemungkinan yaitu :

  1. Komunikasi yang terjalin antara atasan dan bawahan berjalan dengan baik, sehingga akan mencapai tujuannya jika :

  • Antara atasan dan bawahan dalam jangka waktu pelaksanaan pekerjaan, terjadi saling memahami selama proses pertukaran informasi tersebut.

  • Sifat informasi yang disampaikan oleh bawahan pelaksana kepada atasan, berupa semua perkembangan dan kejadian apapun selama melaksanakan pekerjaannya.

  • Sifat informasi yang disampaikan oleh atasan kepada bawahan pelaksana, berupa petunjuk yang lengkap, terperinci, jelas, dan mudah dipahami oleh bawahan pelaksana dan juga disertai perintah yang jelas.

  • Dinamika pertukaran informasi sesuai dengan dinamika perkembangan pekerjaan yang sedang dilaksanakan.

  • Adanya aktifitas dari semua orang yang terlibat dengan pelaksanaan pekerjaan untuk menyampaikan informasi secara reaktif dan terus menerus selama pelaksanaan pekerjaan.

  • Adanya kebersamaan momentum waktu dalam penyampaian informasi dari semua bawahan pelaksana kepada atasan dan dari atasan kepada semua bawahan pelaksana serta tidak ada yang menunda waktu untuk penyampaian informasi.

  • Adanya sikap peduli dan partisipasi dari semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing, sehingga proses akselerasi pelaksanaan pekerjaan semuanya berjalan secara serempak atau bersamaan waktunya.

  • Dinamika proses pertukaran informasi selama berlangsungnya pekerjaan tidak terhenti walau hanya sesaat, dan selalu berjalan dengan lengkap, tepat, dan akurat.

  1. Komunikasi yang terjalin antara atasan dan bawahan tidak berjalan dengan baik atau terjadi miskomunikasi, sehingga tidak akan mencapai tujuannya jika :

  • Antara atasan dan bawahan tidak saling memahami selama proses pertukaran informasi tersebut, mungkin karena perbedaan bahasa, pola pikir, intelegensia dan lain-lain.

  • Bawahan pelaksana tidak menyampaikan informasi kepada atasannya tentang perkembangan selama melaksanakan pekerjaannya, mungkin karena dianggap tidak berarti dan hanyalah kejadian yang kecil sekali sehingga merasa tidak perlu untuk disampaikan kepada atasannya.

  • Atasan tidak menyampaikan informasi cukup, sehingga petunjuknya tidak lengkap, tidak terperinci, tidak jelas dan sulit untuk dipahami oleh bawahan pelaksana, dan juga disertai perintah yang tidak jelas, sehingga bawahan pelaksana bingung harus mengerjakan apa.

  • Dinamika pertukaran informasi tidak sesuai dengan dinamika perkembangan pekerjaan yang sedang dilaksanakan, sehingga terjadi keterlambatan dalam pertukaran informasi yang dibutuhkan.

  • Terhentinya aktifitas dan partisipasi dari beberapa orang atau semua orang yang terlibat dengan pelaksanaan pekerjaan, sehingga mereka tidak menyampaikan informasi dan bersikap pasif.

  • Tidak adanya kebersamaan waktu dalam penyampaian informasi dari tiap bagian kepada atasan, sehingga atasan tidak dapat dengan segera untuk mengubah kebijakan dalam proses pelaksanaan pekerjaan, karena kurangnya informasi yang dibutuhkan.

  • Adanya sikap tidak peduli dan tidak berpartisipasi dari sebagian atau semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga proses akselerasi pelaksanaan pekerjaan tidak serempak atau tidak bersamaan waktunya.

  • Dinamika proses pertukaran informasi selama berlangsungnya pekerjaan terhambat atau terhenti walau sesaat, dan berjalan dengan tidak lengkap, dan kurang akurat.

Terjalinnya komunikasi oleh semua pelaksana pekerjaan di dalam perusahaan harus selalu berlangsung dan tidak boleh terjadi miskomunikasi. Miskomunikasi dalam perusahaan berarti mengeluarkan biaya ekstra. Dalam pandangan saya, miskomunikasi dapat mengakibatkan sebuah jenis pekerjaan tertunda dalam hitungan jam bahkan sampai hitungan hari. Dalam sebuah kasus yang sempat saya baca di surat kabar, sebuah miskomunikasi yang seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu tiga menit pembicaraan mengakibatkan pekerjaan tertunda selama lima hari! Gara-garanya, kedua pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut sudah malas untuk saling berkomunikasi. Konyol sekali bukan?

Biaya lain yang tidak secara langsung merugikan perusahaan namun justru lebih berpotensi menimbulkan bahaya adalah biaya luka-luka psikologis akibat miskomunikasi yang membawa kesalahpahaman. Parahnya, luka psikologis seringkali tidak sembuh sempurna dan akhirnya membentuk lingkaran setan miskomunikasi (salah paham) yang semakin parah.

Masalahnya begini, setiap kali terjadi miskomunikasi dan salah paham, kedua belah pihak yang gagal berkomunikasi akan membentuk persepsi mengapa kegagalan itu terjadi. Persepsi yang baik seharusnya mencakup pengertian mengenai apa kesalahan KITA dalam mengutarakan maksud pembicaraan kita! Namun yang sering terjadi justru kita mengevaluasi kesalaham MEREKA yang tidak menangkap maksud pembicaraan kita itu!

Akibatnya, hasil “perenungan” kita kebanyakan adalah “MEREKA itu pada dasarnya bodoh”, atau “MEREKA itu memang selalu tidak bisa diajak kerja sama dengan baik”, atau “MEREKA itu terlalu melibatkan emosi dalam pembicaraan”.

Hasil evaluasi semacam ini merupakan luka psikologis yang membuat kita semakin malas untuk berusaha berkomunikasi dengan baik. Pada kesempatan lain ketika terjadi lagi kegagalan komunikasi, kita semakin mendapatkan pengukuhan atas “kebenaran” kesimpulan kita dan akhirnya terbentuklah sebuah stereotip negatif tentang “lawan” komunikasi kita.

Jadi, dalam menyikapi miskomunikasi seharusnya kita lebih banyak introspeksi diri. Miskomunikasi bukan terjadi karena pihak lain terlalu bodoh untuk mengerti maksud pembicaraan kita, melainkan karena kita yang cukup bodoh untuk menyadari bahwa mereka tidak cukup pintar/pengalaman/peduli untuk benar-benar mengerti maksud dari pembicaraan kita.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Assalamualaikum Wr.Wb...Welcome to My Zone^^